Kisah-kisah ajaib selama di tanah suci banyak sekali. Saya sebetulnya enggan menuliskannya di sini, sebab sudah banyak yang bercerita, dan pasti akan segera menambahkannya dengan versinya sendiri-sendiri. Soal sebab mengapa bisa terjadi peristiwa ajaib itu, juga sudah diulas panjang lebar secara ilmiah oleh sarjana teknik nuklir Agus Mustofa dalam bukunya “Pusaran Energi Ka’bah”. Barangkali ada baiknya saya mencoba memaknai peristiwa-peristiwa ajaib tersebut menurut pemahaman saya. Jadi bukan soal apa dan mengapa peristiwa itu terjadi, tetapi bagaimana menyikapinya atau hikmah apa yang terkandung di dalamnya.
Sekian tahun yang lalu saya pernah menerbitkan tabloid “Koran Haji” yang sayangnya hanya terbit pertama dan terakhir kali karena persoalan manajemen. Laporan utama koran itu berkisah mengenai keajaiban di tanah suci ini. Waktu itu saya menyebutnya “misteri” tetapi KH Agus Ali Mashuri, pimpinan pondok pesantren Bumi Sholawat Tanggulangin, tidak setuju, “tidak ada misteri di sana, calon jamaah haji jangan ditakut-takuti dengan apa yang disebut misteri itu…,” katanya. Hal yang senada disampaikan penyair D. Zawawi Imron, “ibadah haji itu bukan misteri, bahkan tidak ada misterinya. Apa yang disebut misteri itu sesungguhnya merupakan ritual ibadah karena akal manusia memang belum sampai.
Menurut Agus Mustofa, berbagai kejadian aneh yang terjadi selama orang menjalani ibadah di tanah suci itu sebetulnya dapat dinalar dengan logika. Begitu juga dengan doa yang dipanjatkan depan Multazam bisa dikabulkan. Kesemuanya dapat dijelaskan secara rasional, bukan mistis. Salah satu sebabnya adalah faktor Ka’bah, dimana gerakan orang melingkar tawaf dalam sebuah medan gaya dapat menyebabkan munculnya energi yang sangat bermanfaat. Putaran orang bertawaf itu telah menghasilkan energi gelombang elektromagnetik yang sangat besar, bersifat positif, dan mampu mengobati berbagai ketidak-seimbangan energi dalam tubuh manusia. Dalam Kaidah Tangan Kanan yang terdapat dalam ilmu fisika dijelaskan, ”jika ada sebatang konduktor (logam) dikelilingi oleh listrik yang bergerak berlawanan dengan arah jarum jam, maka di konduktor itu akan muncul medan gelombang elektro magnetik yang mengarah ke atas.”
Senin, 31 Agustus 2015
keajaiban haji
Mungkin udah banyak yang pernah dengar cerita bahwa ada saja kejadian aneh dialami jemaah haji di tanah suci. Kata orang,di sana segala sesuatunya seakan-akan berbalas seketika,di depan mata. Pantang sekali berpikir buruk sedikit pun saat di sana karena bisa jadi apa yang kita pikirkan itu akan benar-benar menimpa kita. Padahal dalam situasi seperti itu (panas,rame,capek,dll) mudah sekali merangsang orang untuk mengeluh,mencaci,nggerundel,dsb. Kalo di Buddha ada yang namanya karma,ya mungkin semacam itulah..
Nenek saya bilang,beliau ‘dihukum’ Allah jadi nyasar berkali-kali saat akan keluar dari Masjidil Haram gara-gara sempat terbersit pikiran ‘ah gampang pintu ini nemuinnya’. Waktu itu beliau dan kakek berpisah di suatu pintu untuk sholat (kan tempat ibadah pria dan wanita dipisah) dan janjian kumpul di pintu yang sama setelah sholat. Rupanya gara-gara sempat ‘sombong’ tadi,beliau jadi dipersulit deh nemuin pintunya,padahal katanya dia yakin banget jalannya bener,tapi entah kenapa semua jalan dan pintu seolah-olah sama.
Nenek saya bilang,beliau ‘dihukum’ Allah jadi nyasar berkali-kali saat akan keluar dari Masjidil Haram gara-gara sempat terbersit pikiran ‘ah gampang pintu ini nemuinnya’. Waktu itu beliau dan kakek berpisah di suatu pintu untuk sholat (kan tempat ibadah pria dan wanita dipisah) dan janjian kumpul di pintu yang sama setelah sholat. Rupanya gara-gara sempat ‘sombong’ tadi,beliau jadi dipersulit deh nemuin pintunya,padahal katanya dia yakin banget jalannya bener,tapi entah kenapa semua jalan dan pintu seolah-olah sama.
kisah keajaiban haji
Kisah Nyata Keajaiban Naik Haji ini dimuat Pikiran Rakyat Sabtu 6 Mei 2006.
Wahid (56), penarik becak yang biasa mangkal di kawasan Gunung Pereng, Kec. Cihideung, Tasikmalaya, bersyukur karena mampu menunaikan haji bersama istrinya Siti Hujaenah pada tahun 2004.
“Saya merasa bersyukur, karena dari hasil cucuran keringat ini bisa naik haji dan menyekolahkan anak, kata haji Wahid saat ditemui di Terminal Bus Tasikmalaya, demikian dituturkan Pikiran Rakyat.
Wahid mulai menarik becak tahun 1972 di Gunung Pereng. Sejak awal Wahid bertekad memiliki becak sendiri, maka dia mencicil becak secara kredit Rp 150,00/hari. Tentunya jumlah yang cukup besar waktu itu. Cicilan itu dia bayar kurang lebih selama setahun. Lunas membayar becak, Wahid mulai membeli tanah buat tempat tinggalnya. Berkat kerja keras siang malam dan kedisiplinannya dalam mengelola uang maka ia mampu membeli tanah dan membangun rumah.
Usai memiliki rumah Wahid kembali mengambil cicilan becak. Becak itu kemudian dia sewakan kepada rekan lainnya. Ternyata hasilnya lumayan. Dari 1 becak sewaan itu Wahid terus menambah hingga kini memiliki 40 becak! Sebanyak 25 becak disewakan dengan tarif Rp 4000,00/hari. “Sisanya saya kreditkan kepada orang lain,” ujarnya.
Langganan:
Postingan (Atom)